Kontroversi di Aceh: Persyaratan Perukyat dan Prosedur Sumpah Rukyat Hilal
Hakim Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho tidak menerima kesaksian dua individu yang mengklaim telah melihat hilal karena mereka bukan warga Aceh Besar. Mahkamah Agung telah menetapkan pedoman resmi mengenai prosedur Sidang Isbat Kesaksian Rukyat Hilal, termasuk persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang perukyat.
Berdasarkan dokumen Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Nomor: 1711/DjA/SK.HK.00/IX/2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Sidang Isbat Kesaksian Rukyat Hilal, dijelaskan secara rinci tata cara pelaksanaan sidang tersebut. Keputusan ini ditandatangani oleh Dirjen Badan Peradilan Agama, Muchlis, di Jakarta pada 4 September 2024.
Dalam bagian pendahuluan dokumen tersebut, disebutkan bahwa syahid atau perukyat adalah individu yang melaporkan pengamatan hilal dan bersedia mengucapkan sumpah di hadapan hakim. Selain itu, dijelaskan bahwa itsbat kesaksian rukyat hilal merupakan proses penetapan oleh hakim Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah atas laporan perukyat mengenai rukyat hilal, yang kemudian dijadikan pertimbangan dalam sidang isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama untuk menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Syarat Menjadi Perukyat
Untuk diakui sebagai perukyat, seseorang harus memenuhi kriteria berikut:
- Syarat Formil:
- Telah dewasa (aqil baligh).
- Beragama Islam.
- Bisa laki-laki maupun perempuan.
- Sehat secara mental.
- Jujur, adil, dan dapat dipercaya.
- Bersedia mengucapkan sumpah kesaksian rukyat hilal dalam sidang Mahkamah Syar’iyah atau Pengadilan Agama.
- Syarat Materiil:
- Melihat hilal secara langsung dengan mata kepala sendiri atau menggunakan alat bantu.
- Memahami prosedur rukyat hilal, termasuk waktu, lokasi, durasi, serta kondisi cuaca saat pengamatan dilakukan.
- Kesaksian tidak boleh bertentangan dengan kaidah ilmu hisab, prinsip ilmiah, serta aturan syariat.
Dalam regulasi tersebut tidak disebutkan bahwa seorang perukyat harus berasal dari daerah setempat. Selain itu, perukyat juga diwajibkan untuk mengisi formulir laporan hasil pengamatan hilal.
Proses Sidang dan Keputusan Hakim
Dalam poin ke-13 tata cara sidang isbat disebutkan bahwa jika terdapat individu yang mengaku melihat hilal, hakim akan melakukan pemeriksaan. Jika kesaksian memenuhi syarat, perukyat akan disumpah dengan mengucapkan lafaz:
“Asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Demi Allah saya bersumpah bahwa saya telah melihat hilal awal bulan … tahun ini.”
Jika kesaksian dinilai sah, hakim akan mengesahkannya dan mencatat dalam berita acara persidangan. Namun, jika tidak memenuhi persyaratan, hakim berhak menolaknya sebagaimana dijelaskan dalam poin ke-14 tata cara persidangan.
Sebelumnya, dua individu yang ditugaskan oleh Kementerian Agama RI untuk melakukan pemantauan hilal tidak disumpah dalam sidang Mahkamah Syar’iyah Jantho. Mereka mengaku melihat hilal pada pukul 18.56 WIB.
Sidang berlangsung di Gedung Observatorium Tgk. Chiek Kuta Karang pada Jumat (28/2/2025) malam dan dipimpin oleh hakim tunggal. Dua orang yang mengaku melihat hilal, yakni Muhammad Inwan Nudin dan Muchammad Qolbir Rahman, merupakan praktisi hisab rukyat. Mereka telah mengisi beberapa formulir sebelum sidang dimulai dan sempat duduk di kursi saksi. Namun, setelah hakim mempertanyakan identitas mereka, keduanya diminta berpindah ke kursi pengunjung karena bukan berasal dari Aceh Besar.
Sebagai gantinya, dua tokoh pesantren setempat, Tgk. Bustami dan Teungku Muhammad Faisal, memberikan kesaksian mereka. Keduanya disumpah sebelum memberikan pernyataan bahwa mereka tidak melihat hilal.
Karena tidak ada kesaksian yang dapat mengonfirmasi penampakan hilal, hakim akhirnya memutuskan untuk menolak permohonan itsbat awal bulan Ramadan.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” demikian putusan Hakim Tunggal Arsudian Putra.