Pembukaan Sekaten Solo 2024

Drama Pembukaan Sekaten Solo 2024: Ketegangan dan Kesalahpahaman Mengwarnai Ritual Tradisional

Pembukaan Sekaten Solo 2024 di halaman Masjid Agung Solo, Jawa Tengah, baru-baru ini dimeriahkan oleh insiden yang tak terduga. Suasana meriah yang seharusnya menandai perayaan tradisional ini berubah menjadi ajang ketegangan antara dua kubu, yakni Lembaga Dewan Adat (LDA) dan Sinuhun Pakubuwana (PB) XIII.

Insiden ini terjadi saat dua gamelan pusaka Keraton Solo, Kiai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari, dibawa dari Keraton Solo menuju Masjid Agung. Keduanya, yang merupakan simbol penting dalam perayaan Sekaten, menjadi titik fokus ketegangan. Kiai Guntur Madu ditempatkan di bangsal selatan, sementara Nyai Guntur Sari di bangsal utara.

Perselisihan muncul terkait waktu penabuhan gamelan. Kanjeng Raden Arya (KRA) Rizki Baruna Ajidiningrat, yang mengaku membawa perintah dari PB XIII, merasa tidak puas karena gamelan telah ditabuh lebih dahulu oleh LDA. Ketidakpuasan ini memicu ketegangan yang menyebabkan insiden saling dorong dan pukul antara pendukung kedua kubu.

Beruntung, situasi tersebut dapat dikendalikan dengan cepat. Ketua Eksekutif LDA Keraton Solo, KPH Eddy Wirabhumi, menjelaskan bahwa insiden tersebut berakar dari miskomunikasi mengenai waktu penabuhan gamelan. Sementara itu, Pengageng Parentah Keraton, GPH Dipokusumo, menegaskan bahwa perayaan Sekaten adalah tradisi yang telah berlangsung hampir 500 tahun, sejak era Demak Bintoro dan Mataram Islam. Ia menegaskan bahwa perintah memulai penabuhan adalah tanggung jawab mantu dalem PB XIII, sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

Peristiwa ini menunjukkan betapa dalamnya tradisi dan otoritas dalam perayaan Sekaten, serta bagaimana hal-hal kecil seperti miskomunikasi dapat memicu ketegangan dalam konteks budaya yang kaya ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *