Pemangkasan Anggaran Infrastruktur Rp60 Triliun: Ancaman PHK dan Perlambatan Ekonomi
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran di sektor infrastruktur dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Pemotongan anggaran sebesar Rp60,46 triliun di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diperkirakan berdampak langsung pada penyerapan tenaga kerja, terutama bagi BUMN karya serta perusahaan swasta yang terlibat dalam proyek pembangunan nasional.
Faisal menjelaskan bahwa anggaran infrastruktur dikategorikan sebagai investasi dan belanja modal pemerintah yang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika banyak proyek yang tertunda atau dihentikan, dampaknya akan terasa pada penyerapan tenaga kerja dan daya beli masyarakat, yang berujung pada perlambatan ekonomi. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya transparansi dalam pemangkasan anggaran agar tidak memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor konstruksi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengkritik kebijakan efisiensi ini yang dinilai bersifat “tebang pilih.” Ia menyoroti bahwa pemangkasan anggaran seharusnya diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menarik investasi, serta memperkuat ekspor, bukan sekadar dialokasikan ke program lain tanpa kajian yang matang. Jika tidak dievaluasi kembali, kebijakan ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan memperburuk deflasi.
Sementara itu, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menambahkan bahwa pemangkasan anggaran dapat menurunkan kontribusi BUMN karya dalam penciptaan lapangan kerja, yang pada akhirnya bisa memicu lonjakan inflasi. Berkurangnya proyek infrastruktur juga dapat menyebabkan peningkatan biaya logistik dan distribusi, yang sebelumnya berperan dalam menekan inflasi.
Pengamat Infrastruktur dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, turut mengungkapkan kekhawatiran bahwa pemotongan anggaran akan berdampak pada pemeliharaan infrastruktur yang tidak optimal. Dengan berkurangnya anggaran, banyak proyek akan terbengkalai, sementara serapan tenaga kerja di sektor konstruksi juga diprediksi akan menurun drastis.
Pemangkasan anggaran ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Dalam kebijakan ini, Presiden Prabowo Subianto menargetkan penghematan hingga Rp306,69 triliun, dengan pemotongan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025, yang menginstruksikan setiap kementerian/lembaga untuk merevisi anggarannya sesuai dengan persentase pemangkasan yang telah ditetapkan. Usulan revisi anggaran tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan sebelum dikembalikan ke Kementerian Keuangan, paling lambat pada 14 Februari 2025.
Efisiensi anggaran ini masih menuai pro dan kontra di kalangan ekonom dan pengamat kebijakan. Dampak jangka panjangnya terhadap perekonomian nasional masih menjadi tanda tanya besar, terutama terkait ketahanan sektor infrastruktur dan serapan tenaga kerja.