Penangkap Karbon: Solusi Hijau atau Strategi Mempertahankan Era Fosil?

Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) kini menjadi pusat perhatian global sebagai salah satu solusi dalam mengurangi emisi karbon dari industri bahan bakar fosil. Teknologi ini bertujuan untuk menangkap karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh proses industri dan menyimpannya di bawah tanah, mencegah gas rumah kaca tersebut mencemari atmosfer. Meskipun potensinya besar dalam mendukung target emisi nol bersih, implementasi CCS masih menuai diskusi di antara para ilmuwan dan pemerhati lingkungan.

Dampak Global: Kapasitas dan Tantangan
Saat ini, terdapat sekitar 50 fasilitas CCS di seluruh dunia yang memiliki kapasitas untuk menangkap hingga 50 juta ton karbon dioksida (CO2) setiap tahunnya. Namun, angka ini sangat kecil dibandingkan dengan emisi karbon global yang mencapai 36,8 miliar ton pada 2023. Artinya, kontribusi CCS dalam mengurangi emisi global baru mencapai sekitar 0,1%, jauh dari target yang diharapkan.

Dalam konferensi iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, sejumlah negara, termasuk Indonesia, menyatakan komitmen terhadap CCS. Indonesia memperkirakan memiliki potensi penyimpanan karbon hingga 500 gigaton, sebuah angka yang signifikan untuk mendukung penurunan emisi nasional. Pemerintah juga telah mengesahkan Perpres Nomor 14 Tahun 2024, yang menjadi landasan hukum bagi pengembangan CCS di Indonesia.

Pro dan Kontra Teknologi CCS
Meski dianggap menjanjikan, CCS tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak khawatir bahwa teknologi ini dapat memperpanjang ketergantungan pada bahan bakar fosil. Menurut beberapa pakar, CCS sering dianggap sebagai “pembenaran” untuk mempertahankan keberlanjutan industri yang seharusnya mulai beralih ke energi terbarukan.

Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan CCS dapat meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil hingga 65% pada 2100, menghambat transisi ke sumber energi yang lebih bersih. Selain itu, teknologi ini juga belum sepenuhnya terbukti efektif dalam jangka panjang dan membutuhkan investasi yang sangat besar.

Risiko Kebocoran dan Bencana Geologis
Teknologi CCS menghadirkan risiko teknis, termasuk potensi kebocoran karbon yang disimpan di bawah tanah. Aktivitas geologis seperti gempa bumi dapat memengaruhi stabilitas penyimpanan ini, sehingga menciptakan risiko lingkungan dan bencana. Karena itu, implementasi teknologi ini memerlukan pengawasan ketat untuk memastikan keamanannya.

Langkah Menuju Masa Depan yang Lebih Berkelanjutan
Di tengah diskusi tentang CCS, banyak yang berpendapat bahwa solusi terbaik untuk mengatasi krisis iklim adalah mempercepat transisi ke energi terbarukan. Pendekatan seperti CCS dianggap hanya sebagai solusi sementara yang belum menyelesaikan akar masalah.

Kesadaran global yang semakin tinggi tentang perubahan iklim menuntut upaya kolaboratif dalam mengadopsi kebijakan yang mendukung keberlanjutan. Energi bersih dan terbarukan menjadi elemen penting dalam mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan aman bagi generasi mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *