Geger! Pasien di Medan Kehilangan Kaki, Keluarga Klaim Tak Beri Izin

Beredar sejumlah video yang memperlihatkan adanya perdebatan antara keluarga pasien dengan pihak RSU Mitra Sejati Medan. Perdebatan ini terjadi karena dugaan amputasi kaki seorang pasien berinisial JS (43) tanpa adanya persetujuan dari pihak keluarga.

Everedy Sembiring (49), suami dari pasien, menjelaskan bahwa ia membawa istrinya ke rumah sakit pada Minggu (23/2) untuk mendapatkan perawatan atas infeksi di jari telunjuk kaki kanannya akibat terkena paku.

“Kami datang ke RS Mitra Sejati karena jari kaki istri saya mengalami infeksi. Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa jari tersebut harus dioperasi,” ungkap Everedy Sembiring kepada detikSumut, Senin (3/3/2025).

Pada Senin (24/2) pagi, Everedy kembali memastikan kepada dokter bahwa operasi yang akan dilakukan hanya terbatas pada jari kaki istrinya. Dokter pun meyakinkannya bahwa prosedur yang akan dilakukan hanya berfokus pada jari yang bermasalah.

“Pagi-pagi saya tanyakan lagi ke dokter, apakah benar yang dioperasi hanya jari kaki istri saya. Dokter menjawab, ‘Iya, hanya jarinya yang dioperasi’,” katanya.

Sekitar pukul 15.00 WIB, pihak rumah sakit meminta Everedy menandatangani dua dokumen persetujuan, yaitu untuk pembiusan dan operasi pada jari kaki.

“Kira-kira jam 3 sore saya dipanggil untuk menandatangani formulir. Yang pertama adalah persetujuan tindakan pembiusan, dan yang kedua adalah persetujuan untuk operasi pada jari kaki istri saya. Saya tanda tangani keduanya,” jelasnya.

Setelah itu, pada pukul 16.00 WIB, JS dibawa ke ruang operasi. Everedy dan anaknya pun menunggu di luar.

Namun, sekitar pukul 17.30 WIB, keluarga JS dipanggil oleh pihak rumah sakit. Saat itu, seorang perawat tiba-tiba menyerahkan bagian kaki JS yang telah diamputasi.

“Setengah enam sore, perawat bagian operasi memanggil anak saya yang paling tua dan menyerahkan kaki istri saya yang sudah diamputasi sambil mengatakan, ‘Ini kaki ibu JS’,” ujar Everedy.

Mendapati hal tersebut, keluarga merasa terkejut. Menurut Everedy, tidak ada persetujuan dari pihak keluarga untuk tindakan amputasi.

“Tentu saja kami kaget karena sejak awal yang diinformasikan kepada kami adalah operasi pada jari kaki, bukan amputasi. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya, apalagi persetujuan dari saya sebagai suaminya. Kenapa dokter berani melakukan ini?” tegasnya.

Ia juga menuturkan bahwa sebelum operasi, JS masih bisa menggerakkan keempat jari kaki lainnya yang tidak terinfeksi dan masih bisa berjalan. Oleh karena itu, ia mempertanyakan alasan rumah sakit melakukan amputasi.

Ketika dikonfirmasi, pihak rumah sakit beralasan bahwa amputasi dilakukan sebagai tindakan darurat. Mereka juga mengklaim bahwa keluarga pasien tidak ada saat dipanggil untuk dikonfirmasi. Namun, Everedy membantah hal ini dan menegaskan bahwa ia berada di dekat ruang tunggu operasi selama proses berlangsung.

“Dokter bilang ini tindakan darurat, lalu perawat mengklaim keluarga tidak ada di tempat. Padahal, kami menunggu di ruang tunggu operasi,” jelasnya.

Saat ini, JS masih menjalani perawatan di rumah sakit. Everedy mengatakan bahwa kondisi mental istrinya menjadi tidak stabil setelah kakinya diamputasi.

“Kondisi istri saya sekarang masih dirawat di RS Mitra Sejati. Sejak operasi itu, kondisi kejiwaannya tidak stabil,” ungkapnya.

Everedy menuntut pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit dan telah menunjuk pengacara untuk menangani kasus ini.

“Saya akan tetap mencari keadilan dan meminta pertanggungjawaban dari dokter serta pihak rumah sakit melalui pengacara saya, Hans Silalahi dan rekan-rekan,” tegasnya.

Sementara itu, hingga saat ini pihak rumah sakit belum memberikan keterangan resmi terkait kejadian tersebut. Saat dikonfirmasi, Humas dan Legal RSU Mitra Sejati, Erwinsyah Dimyati Lubis, belum memberikan respons.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *