Ekosistem Hidrogen Hijau Indonesia: 2025 Jadi Tahun Penentu
Indonesia memasuki periode penting dalam transisi energi, dengan periode 2025-2030 menjadi masa yang sangat krusial dalam pembangunan ekosistem hidrogen hijau. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menegaskan bahwa selama lima tahun mendatang, Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat keekonomian hidrogen hijau dan menjadikannya kompetitif dengan hidrogen yang diproduksi melalui proses steam methane reforming (SMR) yang menggunakan gas alam.
Dalam diskusi yang diadakan di Jakarta pada 23 Januari 2025, Fabby menyampaikan bahwa hidrogen hijau, yang diperoleh melalui elektrolisis air dengan energi terbarukan, memiliki potensi luar biasa sebagai sumber energi masa depan. Dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan Indonesia yang diperkirakan mencapai 3.687 gigawatt (GW), negara ini dapat menjadi pemain utama dalam produksi hidrogen hijau global.
Indonesia, yang sudah memiliki Strategi Hidrogen Nasional (SHN) sejak 2023, terus berusaha untuk memanfaatkan hidrogen dalam mendukung upaya dekarbonisasi pada 2060 atau bahkan lebih cepat. Namun, Fabby menilai bahwa SHN masih perlu lebih memperjelas langkah-langkah konkret untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau di tanah air.
Menurut Fabby, salah satu kunci agar hidrogen hijau dapat bersaing di pasar global adalah dengan menurunkan biaya listrik dari energi terbarukan hingga di bawah 0,05 dollar AS per kWh. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap biaya produksi hidrogen hijau yang lebih kompetitif. Tak hanya itu, pembangunan infrastruktur hidrogen yang efisien juga menjadi perhatian penting. Lokasi infrastruktur yang dekat dengan permintaan hidrogen dapat mengurangi biaya transportasi, yang pada gilirannya dapat menurunkan harga jual hidrogen hijau.
Fabby juga mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif dan subsidi untuk mengurangi biaya produksi, sehingga hidrogen hijau bisa bersaing dengan hidrogen abu-abu dan biru yang saat ini lebih dominan di pasar. Dengan potensi besar energi terbarukan, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan energi domestik, sekaligus memproduksi hidrogen hijau dan amonia hijau untuk ekspor.
Pada 2023, konsumsi hidrogen di Indonesia diperkirakan mencapai 1,75 juta ton per tahun, dengan sebagian besar digunakan untuk produksi urea dan amonia. Namun, mayoritas hidrogen yang digunakan saat ini masih berasal dari hidrogen abu-abu yang tinggi emisi karbon. Fabby menambahkan bahwa langkah pertama yang dapat diambil untuk mendorong permintaan hidrogen hijau adalah dengan memenuhi kebutuhan industri pupuk, semen, dan sektor-sektor lain yang sulit didekarbonisasi.