Efisiensi Anggaran Infrastruktur: Ancaman Kecelakaan dan Dampak Ekonomi yang Tak Terhindarkan
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menyoroti potensi risiko kecelakaan akibat pemangkasan anggaran sektor infrastruktur yang mencapai Rp60,46 triliun. Menurutnya, kebijakan ini akan memengaruhi pemeliharaan berbagai fasilitas publik seperti bendungan, jalan tol, dan bangunan negara, sehingga meningkatkan kemungkinan kerusakan yang dapat membahayakan keselamatan masyarakat.
“Bendungan yang jebol dan jalan yang rusak dapat memicu kecelakaan dan korban jiwa. Dampaknya akan sangat serius jika fasilitas-fasilitas ini tidak terawat dengan baik,” ujar Agus di Jakarta, Kamis.
Selain itu, Agus menambahkan bahwa pemangkasan anggaran ini berdampak langsung pada berkurangnya penyerapan tenaga kerja. Perusahaan yang bergerak di sektor infrastruktur, termasuk BUMN karya, berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penurunan proyek yang dibiayai negara. Efisiensi ini juga diprediksi memicu inflasi karena meningkatnya biaya distribusi barang dan jasa.
“Pengurangan proyek infrastruktur akan memperlambat distribusi logistik dan meningkatkan biaya operasional, yang pada akhirnya membuat harga barang menjadi lebih mahal,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, memperingatkan bahwa pemotongan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya, proyek-proyek infrastruktur memiliki peran krusial dalam menyerap tenaga kerja dan mendorong aktivitas ekonomi.
Senada dengan Faisal, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menilai bahwa kebijakan pemangkasan anggaran ini terkesan “tebang pilih” dan cenderung dialokasikan untuk program lain. Padahal, menurutnya, anggaran tersebut sebaiknya digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), memacu investasi, dan mendorong ekspor agar ekonomi tetap bertumbuh.
“Jika kebijakan ini tidak dikaji ulang, pertumbuhan ekonomi nasional berpotensi melambat dan daya beli masyarakat akan semakin tertekan,” pungkas Agus Pambagio.